Berita

Hari Pahlawan: Kualifikasi Pahlawan dan Pengorbanan Besarnya

Pahlawan Sejati: Kualifikasi dan Pengorbanannya

Berikut adalah isi dari amanat pembina upacara peringatan hari pahlawan 10 November 2025 oleh ustadz H. Solihin yang disampaikan ke siswa SMP-SMA Muhammadiyah 4 Bambu Kuning Tanggul.

Setiap tanggal 10 November, kita memperingati Hari Pahlawan. Tapi pernahkah kalian bertanya: apa sebenarnya yang membuat seseorang layak disebut pahlawan? Dan apa konsekuensi yang harus mereka tanggung?

Pahlawan bukan sekadar gelar atau medali di dada. Pahlawan adalah mereka yang rela mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan bersama. Mereka yang berani mengambil resiko besar—kehilangan harta, waktu, bahkan nyawa—demi sesuatu yang lebih mulia: kemerdekaan dan masa depan bangsa.

Tapi menjadi pahlawan ada harganya. Konsekuensinya berat: meninggalkan kenyamanan, menghadapi bahaya, dan bahkan mungkin tidak melihat hasil perjuangannya sendiri.

Puluhan tahun lalu, para pahlawan kita berjuang melawan penjajah dengan bambu runcing dan semangat membara. Mereka tidak punya senjata canggih, tidak punya jaminan hidup, tapi mereka punya satu keyakinan: generasi mendatang harus hidup merdeka. Dan kini, kemerdekaan itu ada di tangan kita. Pertanyaannya: apakah kita akan menyia-nyiakan pengorbanan mereka, atau justru melanjutkan perjuangan itu dengan cara kita sendiri? Perjuangan zaman sekarang bukan lagi di medan perang, tapi di ruang kelas, di laboratorium, di lapangan olahraga, dan di setiap tempat kita mengasah diri menjadi generasi yang unggul dan bermanfaat.

Yang lain, yang merasa terpanggil, ingin menjadikan bangsa ini merdeka, turut turun ke gelanggang pertempuran.

Nah, hasilnya, seperti yang kita rasakan pada saat ini, kita benar-benar merdeka untuk melakukan aktivitas, melakukan peningkatan sumber daya manusianya, mengisi kemerdekaan melalui pendidikan, melalui masalah-masalah sosial yang lainnya, ya. Yang itu semua sangat dibutuhkan untuk sebuah negara yang berdaulat. Sehingga, negara yang berdaulat itu, setelah semua infrastruktur, serta seluruh kebutuhan masyarakatnya terpenuhi, tidak tergantung kepada negara lain, tidak seperti pada saat dijajah.

Anak-anak sekalian yang berbahagia, ketika kita memperjuangkan diri untuk lepas dari penjajah, tentunya punya tujuan yang mulia, yaitu tujuan $isy$ $kariman$ $au$ $mut$ $syahidan$, ya. Hidup mulia atau mati syahid. Nah, seperti itu, ya. Jadi, perjuangan yang dengan seluruh kekuatan itu dikerahkan, dengan harapan hidup mulia, hidup dihargai, hidup diakui oleh negara lain, ya, atau mati saja, tapi dalam keadaan $f\overline{i}$ $sab\overline{i}lillah$. Itu, ya.

Dengan demikian, ketika sudah dilakukan perjuangan yang menelan begitu banyak, ya, harta benda, jiwa, dan lain sebagainya itu, membuahkan sebuah hasil, ya. Di mana Nabi Ibrahim kalau berdoa dalam Al-Qur’an (Surat Asy-Syu’ara’ ayat 84-85), artinya adalah sebagai berikut:

Kata Nabi Ibrahim, “Ya Allah, jadikanlah aku (ya, aku termasuk keturunannya, ya) itu menjadi sebuah pembicaraan yang baik setelah tiada nanti.” Artinya, pejuang-pejuang yang lalu sudah melakukan pekerjaan berat dan mulia. Nah, sekarang disebut-sebut namanya dan tidak pernah hilang, ya, bagaikan harimau meninggal meninggalkan belang, atau gajah meninggalkan gadingnya, ya.

Kalian para santriwati, tentunya di sana ada figur yang tidak terlupakan yang mengangkat harkat dan martabat kaum wanita, yaitu Raden Ajeng Kartini, ya. Raden Ajeng Cut Nyak Dhien, Raden yang lain-lainnya. Nah, tentunya kita mengambil sebuah figur tersebut untuk menanamkan di dalam diri kita agar ada jiwa patriotisme, jiwa kepahlawanan yang nanti terukir buat anak cucu kita semuanya. Di sinilah kalian merupakan mujahid-mujahid yang akan menempa dirinya untuk benar-benar memahami Al-Qur’anul Karim dengan segala apa yang dimasukkan di dalamnya.

Mudah-mudahan perjuangan kalian membuahkan hasil yang gemilang, tidak menjadi pecundang atau orang yang mudah menyerah dalam berjuang.

Tim Jurnalistik SMP Muhammadiyah 4 Tanggul Jember

Leave a Reply