Pahlawan Modern: Mental Tangguh, Komunikasi Kuat, Berdaya Saing Global
Refleksi Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025
Berikut adalah isi dari amanat pembina apel peringatan hari pahlawan 10 November oleh pak Zulfikar yang disampaikan ke siswa SMP-SMA Muhammaadiyah 4 Tanggul.

Sebanyak 79 tahun telah berlalu sejak pertempuran heroik 10 November 1945 di Surabaya. Para pahlawan kita, dengan persenjataan seadanya, berani menghadapi kekuatan Inggris yang jauh lebih superior. Mereka tidak mundur meski nyawa menjadi taruhan. Mengapa? Karena mereka memiliki mental baja dan tekad luar biasa untuk membela tanah air.
Pertanyaannya kini: bagaimana cara kita meneladani perjuangan mereka di era modern?
Mental Health: Kekuatan Sejati Pahlawan Masa Kini
Jika kita telisik lebih dalam, perjuangan para pahlawan bukan hanya soal keberanian fisik. Yang paling luar biasa adalah ketahanan mental mereka.
Jenderal Sudirman adalah contoh nyata. Menderita TBC parah, batuk darah, tubuh sangat lemah—dokter menyarankan istirahat total. Namun di tengah kondisi itu, beliau tetap memimpin perang gerilya, bahkan harus ditandu ke medan perang. Tubuh rapuh, tapi mental tidak pernah menyerah.
Ini membuktikan: ketahanan mental adalah kekuatan sejati. Para pahlawan menghadapi situasi ekstrem, tetapi mereka tidak sendirian. Mereka memiliki support system—sesama pejuang, keluarga, komunitas yang saling menguatkan.
Di era kita, musuh yang dihadapi berbeda. Bukan penjajah fisik, melainkan tekanan akademik, ekspektasi sosial, perbandingan di media sosial, dan berbagai tantangan hidup lainnya. Dan sejujurnya, ini tidak kalah berat.
Mental health bukan tanda kelemahan. Justru mengakui bahwa kita butuh bantuan, berani bercerita pada orang tua atau teman terpercaya, atau berkonsultasi dengan psikolog—itu adalah tanda kekuatan.
Yang Perlu Diingat:
- Tidak apa-apa jika kita sedang tidak baik-baik saja
- Cari support system yang sehat
- Jangan ragu meminta bantuan profesional
- Self-care adalah investasi, bukan egois
Seperti smartphone yang baterainya 5%—bagaimana bisa produktif tanpa di-charge terlebih dahulu? Dengan kondisi mental dan fisik prima, kita bisa belajar lebih efektif dan berkarya lebih maksimal.
Ketahanan mental kita hari ini adalah bentuk patriotisme modern. Indonesia membutuhkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga mentally strong dan resilient.
Komunikasi dalam Bahasa Indonesia: Senjata yang Menggerakkan Massa
Tahukah kamu mengapa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya bisa terjadi? Salah satu faktor pentingnya adalah pidato legendaris Bung Tomo melalui radio.
Dengan suara bergetar penuh emosi, Bung Tomo berteriak: “Merdeka atau mati!”
Pidato dalam bahasa Indonesia yang menggelegar itu berhasil membakar semangat arek-arek Surabaya. Ribuan rakyat yang tadinya takut, tiba-tiba memiliki keberanian luar biasa melawan tentara sekutu yang jauh lebih kuat persenjataannya.
Bung Tomo tidak menggunakan senjata canggih. Hanya kata-kata dalam bahasa Indonesia yang lugas, tegas, dan penuh semangat. Dampaknya? Menggerakkan massa, menyatukan rakyat, dan mengubah sejarah Indonesia.
Bayangkan jika Bung Tomo gagap atau berbicara tanpa struktur—apakah pidatonya akan seefektif itu? Tentu tidak.
Mengapa Komunikasi Bahasa Indonesia Penting?
Pertama, kemampuan berkomunikasi dengan baik—lisan maupun tulisan—sangat berdampak pada masa depan. Saat interview, presentasi, meeting, atau membuat proposal, cara menyampaikan ide dengan jelas, sopan, dan terstruktur menentukan profesionalitas kita.
Kedua, di dunia kerja Indonesia, bahasa Indonesia yang baik adalah kebutuhan dasar. Mau jadi content creator, pengusaha, public speaker, atau profesi apa pun—jika komunikasi amburadul, kredibilitas akan menurun. Email rapi, laporan sistematis, presentasi persuasif—semua membutuhkan kemampuan berbahasa Indonesia yang mumpuni.
Pesan Bung Tomo: Kata-kata yang disampaikan dengan baik memiliki kekuatan untuk menggerakkan, menginspirasi, dan mengubah. Kuasai bahasa Indonesia, karena itu adalah senjata untuk memimpin, memengaruhi, dan berkontribusi bagi bangsa.
Bahasa Asing: Senjata Diplomasi Global
Setelah fondasi bahasa Indonesia kuat, kini saatnya bicara skill yang sama pentingnya: bahasa asing.
Kemerdekaan Indonesia tidak hanya diperjuangkan di medan perang. Ada pahlawan yang berjuang melalui jalur lain yang tidak kalah hebat: diplomasi.
Bung Karno dan Bung Hatta adalah contoh sempurna. Mereka memperjuangkan kemerdekaan bukan hanya dengan senjata, tetapi melalui jalur diplomasi yang membutuhkan kemampuan bahasa asing luar biasa.
Perjuangan Melalui Diplomasi
Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia harus berjuang agar kemerdekaan diakui dunia internasional. Di sinilah peran founding fathers kita:
Perundingan dengan negara penjajah—Perjanjian Linggarjati (1947), Renville (1948), dan Konferensi Meja Bundar (1949) dilakukan dalam bahasa Inggris dan Belanda. Bayangkan jika mereka tidak menguasai bahasa asing—Indonesia bisa dirugikan dalam negosiasi.
Mencari dukungan internasional—Bung Hatta yang fasih berbahasa Belanda, Inggris, Jerman, dan Arab bisa berkomunikasi langsung dengan pemimpin dunia. Bung Karno dengan kemampuan bahasa Inggris dan Belandanya berpidato di forum internasional untuk meyakinkan dunia bahwa Indonesia layak merdeka.
Tanpa kemampuan bahasa asing, suara Indonesia tidak akan terdengar di forum global.
Bahasa Asing di Era Kita
Jika dulu founding fathers menggunakan bahasa asing untuk memperjuangkan kemerdekaan, kini giliran kita menggunakannya untuk memperjuangkan daya saing Indonesia di kancah global.
Mengapa penting?
- Dunia kini borderless—kita bisa bekerja dari Indonesia dengan klien di Amerika, Eropa, atau Asia
- Ilmu pengetahuan terkini mayoritas dalam bahasa Inggris—jika hanya mengandalkan terjemahan, kita akan tertinggal
- Menguasai bahasa asing membuka peluang beasiswa internasional, pertukaran pelajar, networking global, dan karir di perusahaan multinasional
Formula Sukses ala Founding Fathers
Bahasa Indonesia (identitas & persatuan) + Bahasa Asing (jembatan ke dunia) = Diplomasi Sukses
Mereka fasih berbagai bahasa asing dan bisa berdiplomasi dengan pemimpin dunia, tetapi tetap mahir dan bangga dengan bahasa Indonesia. Mereka tidak kehilangan identitas, justru semakin kuat memperjuangkan Indonesia karena bisa berkomunikasi dengan dunia.
Langkah Praktis Mulai Sekarang:
- Mulai belajar bahasa asing utama seperti bahasa Inggris dan atau Bahasa Arab
- Dengarkan podcast atau YouTube dalam bahasa asing setiap hari
- Practice speaking, jangan takut salah—Bung Karno juga belajar dari nol
- Bergabung dengan komunitas belajar bahasa atau ekskul bahasa
- Jika memungkinkan, pelajari bahasa kedua: Mandarin, Jepang, Korea, Arab, atau bahasa lain sesuai passion
Kesimpulan: Pahlawan Masa Kini
Meneladani pahlawan bukan berarti harus angkat senjata. Kita bisa:
✓ Menjaga kesehatan mental diri dan teman di sekitar—mental kuat adalah fondasi segalanya
✓ Menguasai bahasa Indonesia dengan baik seperti Bung Tomo yang menggerakkan massa dengan kata-kata berapi-api
✓ Berinvestasi pada kemampuan bahasa asing seperti Bung Karno dan Bung Hatta yang memperjuangkan Indonesia lewat diplomasi internasional
✓ Terus belajar dan berkembang
✓ Menjadi generasi tangguh, adaptif, dan berdaya saing global
Para pahlawan dulu berjuang supaya kita bisa merdeka. Kini giliran kita untuk merdeka secara mental dan merdeka secara kompetensi. Jangan sampai kita menjadi generasi yang merdeka tetapi tidak memiliki daya saing, atau pintar tetapi rapuh mental.
Indonesia membutuhkan generasi yang strong inside out. Generasi yang mentally healthy dan globally competitive.
Mari kita buktikan bahwa kita layak menjadi pewaris perjuangan para pahlawan!
Merdeka!
Tim Jurnalistik SMP Muhammadiyah 4 Tanggul Jember



